SEJARAH
Nama Kediri ada yang berpendapat berasal dari kata “KEDI” yang
artinya “MANDUL” atau “Wanita yang tidak berdatang bulan”.Menurut kamus
Jawa Kuno Wojo Wasito, ‘KEDI” berarti Orang Kebiri Bidan atau Dukun. Di
dalam lakon Wayang, Sang Arjuno pernah menyamar Guru Tari di Negara
Wirata, bernama “KEDI WRAKANTOLO”.Bila kita hubungkan dengan nama tokoh
Dewi Kilisuci yang bertapa di Gua Selomangleng, “KEDI” berarti Suci atau
Wadad. Disamping itu kata Kediri berasal dari kata “DIRI” yang berarti
Adeg, Angdhiri, menghadiri atau menjadi Raja (bahasa Jawa Jumenengan).
Untuk itu dapat kita baca pada prasasti “WANUA” tahun 830 saka, yang
diantaranya berbunyi : ” Ing Saka 706 cetra nasa danami sakla pa ka sa
wara, angdhiri rake panaraban”, artinya : pada tahun saka 706 atau 734
Masehi, bertahta Raja Pake Panaraban.Nama Kediri banyak terdapat pada
kesusatraan Kuno yang berbahasa Jawa
Kuno seperti : Kitab Samaradana, Pararaton, Negara Kertagama dan Kitab
Calon Arang.Demikian pula pada beberapa prasasti yang menyebutkan nama
Kediri seperti : Prasasti Ceber, berangka tahun 1109 saka yang terletak
di Desa Ceker, sekarang Desa Sukoanyar Kecamatan Mojo.Dalam prasasti ini
menyebutkan, karena penduduk Ceker berjasa kepada Raja, maka mereka
memperoleh hadiah, “Tanah Perdikan”.Dalam prasasti itu tertulis “Sri
Maharaja Masuk Ri Siminaninaring Bhuwi Kadiri” artinya raja telah
kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi Kadiri.Prasasti Kamulan di
Desa Kamulan Kabupaten Trenggalek yang berangkat tahun 1116 saka,
tepatnya menurut Damais tanggal 31 Agustus 1194.Pada prasasti itu juga
menyebutkan nama, Kediri, yang diserang oleh raja dari kerajaan sebelah
timur.”Aka ni satru wadwa kala sangke purnowo”, sehingga raja
meninggalkan istananya di Katangkatang (“tatkala nin kentar sangke
kadetwan ring katang-katang deni nkir malr yatik kaprabon sri maharaja
siniwi ring bhumi kadiri”).Menurut bapak MM. Sukarto Kartoatmojo
menyebutkan bahwa “hari jadi Kediri” muncul pertama kalinya bersumber
dari tiga buah prasasti Harinjing A-B-C, namun pendapat beliau, nama
Kadiri yang paling tepat dimuculkan pada ketiga prasasti. Alasannya
Prasti Harinjing A tanggal 25 Maret 804 masehi, dinilai usianya lebih
tua dari pada kedua prasasti B dan C, yakni tanggal 19 September 921 dan
tanggal 7 Juni 1015 Masehi.Dilihat dari ketiga tanggal tersebut
menyebutkan nama Kediri ditetapkan tanggal 25 Maret 804 M. Tatkala
Bagawantabhari memperoleh anugerah tanah perdikan dari Raja Rake Layang
Dyah Tulodong yang tertulis di ketiga prasasti Harinjing.Nama Kediri
semula kecil lalu berkembang menjadi nama Kerajaan Panjalu yang besar
dan sejarahnya terkenal hingga sekarang.Selanjutnya ditetapkan surat
Keputusan Bupati Kepada Derah Tingkat II Kediri tanggal 22 Januari 1985
nomor 82 tahun 1985 tentang hari jadi Kediri, yang pasal 1 berbunyi ”
Tanggal 25 Maret 804 Masehi ditetapkan menjadi Hari Jadi Kediri.
obyek wisata
Kabupaten Kediri memiliki beberapa air terjun yang cantik.Salah
satunya, Air Terjun Dolo. Tempat wisata ini terletak di dusun Besuki,
Desa Jugo, Kecamatan Mojo,Kediri. Jarak tempuh dari Kota Kediri ke arah
barat, kurang lebih 25 kilometer. Meski agak jauh, tapi pemandangan di
sepanjang jalan menuju lokasi terbilang sangat indah dan mudah.
Tiba di Besuki, sembari melepas lelah,kita bisa menikmati panorama di
Desa Jugo, Mojo,di sekitar menara pemancar relay televisi dan telepon
seluler. Disana kita bisa menemukan Air Terjun Irenggolo. Setelah lima
menit melalui jalan setapak, air terjun bertrap-trap alami ini bisa kita
lihat. Tersembunyi di teduhnya rerimbunan pinus dan hutan, hembusan
angin pegunungan, dan suara alam yang unik.
Puas
di sini, kita bisa melanjutkan perjalanan ke Dolo. Jarak tempuh dari
Besuki sekitar 4 kilometer. Sampai di titik pemberhentian, perjalanan
dilanjutkan dengan jalan kaki menuju air terjun. Jalan yang kita lewati
terbuat dari bebatuan yang desainnya dipadu dengan lingkungan. Sehingga
kesan alami tetap terjaga. Apalagi di saat-saat tertentu, suara kicau
burung terdengar tanpa henti.
Setelah kurang lebih 10 menit menapaki jalan lambat laun kita akan
mendengar gemricik air terjun. Letak kawasan wisata air terjun ini
kurang lebih 1.800 meter di atas permukaan laut. Sedang ketinggian air
terjunnya sendiri diperkirakan mencapai 125 meter. Begitu mendekati air
terjun ini,kita langsung merasakan butiran-butiran air terjun yang
sebagian terbang mengikuti angin. Suara gemuruh airnya seperti
melengkapi sensasi Air Terjun Dolo
Kabupaten Kediri memiliki beberapa air terjun yang cantik.Salah
satunya, Air Terjun Dolo. Tempat wisata ini terletak di dusun Besuki,
Desa Jugo, Kecamatan Mojo,Kediri. Jarak tempuh dari Kota Kediri ke arah
barat, kurang lebih 25 kilometer. Meski agak jauh, tapi pemandangan di
sepanjang jalan menuju lokasi terbilang sangat indah dan mudah.
Tiba di Besuki, sembari melepas lelah,kita bisa menikmati panorama di
Desa Jugo, Mojo,di sekitar menara pemancar relay televisi dan telepon
seluler. Disana kita bisa menemukan Air Terjun Irenggolo. Setelah lima
menit melalui jalan setapak, air terjun bertrap-trap alami ini bisa kita
lihat. Tersembunyi di teduhnya rerimbunan pinus dan hutan, hembusan
angin pegunungan, dan suara alam yang unik.
Puas
di sini, kita bisa melanjutkan perjalanan ke Dolo. Jarak tempuh dari
Besuki sekitar 4 kilometer. Sampai di titik pemberhentian, perjalanan
dilanjutkan dengan jalan kaki menuju air terjun. Jalan yang kita lewati
terbuat dari bebatuan yang desainnya dipadu dengan lingkungan. Sehingga
kesan alami tetap terjaga. Apalagi di saat-saat tertentu, suara kicau
burung terdengar tanpa henti.
Setelah kurang lebih 10 menit menapaki jalan lambat laun kita akan
mendengar gemricik air terjun. Letak kawasan wisata air terjun ini
kurang lebih 1.800 meter di atas permukaan laut. Sedang ketinggian air
terjunnya sendiri diperkirakan mencapai 125 meter. Begitu mendekati air
terjun ini,kita langsung merasakan butiran-butiran air terjun yang
sebagian terbang mengikuti angin. Suara gemuruh airnya seperti
melengkapi sensasi Air Terjun Dolo
Wisata Gunung Kelud DESA Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten
Kediri (Jatim), Minggu pagi 21 Januari 2001. Puluhan penduduk tampak
mengangkuti tetumbuhan, buah-buahan, dan kayu-kayuan yang mereka ambil
dari kawasan hutan Gunung Kelud, dengan menggunakan sepeda motor. Para
penduduk itu dengan lincah melintasi jalan desa selebar kurang lebih
lima meter, yang beberapa sisinya banyak berlubang. Siapa pun yang
melewati jalan itu memang harus berhati-hati, agar jangan sampai
terpelanting jatuh gara-gara lubang di tengah jalan. Sugihwaras
adalah desa terakhir sebelum seseorang memasuki kawasan Gunung Kelud.
Sekitar satu kilometer di atas Sugihwaras, terdapat areal perkebunan
milik Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Margomulyo, Pemerintah
Kabupaten Kediri.
Gunung Kelud diabadikan dari udara. SIAPA
pun akan merasa nyaman jika melewati ratusan hektar kebun tebu dan kopi
milik PDP Margomulyo, di kanan kiri jalan. Hawa yang sejuk di pagi
hari, disemarakkan oleh kicau burung yang terbang ke sana ke mari.
Dari Sugihwaras, harus
ditempuh sepuluh kilometer lagi sebelum sampai ke kawah Kelud. Walaupun
sudah beraspal, namun bagi mereka yang membawa mobil, jangan harap dapat
mengemudikannya hingga mendekati kawah. Pasalnya, jalan aspal itu hanya
selebar dua meter.
Jika memang akan memasuki
jalan menuju kawah, pengemudi juga harus tetap waspada, karena dari arah
berlawanan sering muncul penduduk yang membawa tetumbuhan dan kayu, dan
biasanya meluncur dengan kecepatan tinggi. Jangankan mobil. Pengendara
sepeda motor pun harus merapat ke sisi kiri untuk menghindari tabrakan.
Jika tidak, siapa pun harus siap ‘tertampar’ sebongkah tumbuhan atau
setumpuk kayu.
Lepas dari papasan dengan
penduduk, masih ada rintangan lain. Beberapa sisi jalan menuju kawah
banyak yang longsor dan licin, terutama jika setelah turun hujan.
Akibatnya, lengah sedikit saja, siapa pun dapat terperosok ke dalam
jurang.
“Lolos” dari jalan
berliku-liku menuju daerah kawah bukan berarti mudah memasuki kawah.
Sebab, jalan aspal sudah habis di sekitar dua kilometer menjelang kawah.
Sehingga, satu-satunya cara menuju kawah, adalah dengan berjalan kaki
melintasi jalanan berbatu.
Dengan demikian, siapa pun
yang mengendarai sepeda motor, harus rela meninggalkan kendaraannya
tanpa pengamanan dari siapa pun. Atau, ia harus ikhlas untuk tidak ke
kawah, alias menikmati pemandangan tebing dan pemandangan Kota Kediri
bagian bawah dari tempat itu. Setelah itu, pulang tanpa menyaksikan
kawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar